
Oleh : Meiria,S.Pd
Lain ladang lain belalang, lain jaman lain tantangan. Baru-baru ini riuh terdengar tentang era society 5.0. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan era society 5.0? Sederhananya, era society 5.0 adalah suatu perubahan yang ditandai dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang. Perkembangan ini dengan cepat menjamur, tersebar luas ke berbagai negara. Dengan adanya kemajuan ini, sudah tentu menawarkan berbagai kemudahan. Demikianlah, ternyata kita merasakan zaman yang mungkin saja tidak kita bayangkan sebelumnya.
Orang-orang bijak mengatakan bahwa perubahan adalah sunatullah. Lihatlah bagaimana dunia ini berubah. Dahulu orang-orang perlu berhari-hari untuk menempuh jarak puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer akan tetapi sekarang kitab isa menempuhnya dalam hitungan jam. Dahulu kita dengan sabar menanti surat dari orang kesayangan nun jauh di sana tetapi sekarang bisa dengan mudahnya berkomunikasi secepat menjentikkan jari. Dahulu kita mencari ilmu dengan hadir di sekolah, lembaga ataupun majelis secara bertatap muka langsung. Akan tetapi, sekarang banyak tersedia media agar kita dapat mencari ilmu hanya dengan duduk manis di rumah. Maha Suci Allah yang telah mengkaruniakan akal untuk berpikir hingga tercipta segala kemudahan-kemudahan itu.
Perkembangan teknologi ini biasanya juga ditandai dengan pergeseran budaya. Sebagai contoh, anak-anak dahulu bermain di lapangan atau bersenang-senang dengan mandi di sungai sambil mencari ikan. Akan tetapi, banyak kita temukan di mana anak-anak sekarang lebih suka duduk di rumah dengan gadgetnya. Jaman sekarang, beberapa norma-norma ketimuran pun perlahan luntur karena masifnya budaya luar yang tidak sejalan dengan norma norma di masyarakat pada umumnya. Lihatlah bagaimana cara mereka berbahasa, berbusana dan berpola pikir. Maka dari itu, betul bahwa perkembangan teknologi ibarat bak pisau bermata dua. Kita harus hati-hati dalam menggunakannya karena kalau salah, kita bisa terluka. Di sinilah peran orang tua termasuk guru terkait dengan era society 5.0. Bagaimana kita sebagai guru menanggapi dua sisi yang berbeda ini mengingat guru juga yang sedikit banyak berinteraksi dengan penerus generasi negeri ini?
Sebagai guru, tentu kita juga harus beradaptasi dengan adanya perkembangan teknologi ini. Sebagai orang yang akrab di dunia pendidikan, selayaknya kita juga turut belajar dengan perkembangan ini. Tidak hanya siswa yang belajar, guru pun juga harus mempelajarinya sebagai proses adaptasi. Ada banyak ilmu yang bisa dipelajari dengan berbagai cara yang praktis. Banyak laman-laman ilmu pengetahuan ataupun ide-ide baik sebagai tutorial yang bisa kita dapatkan di dunia maya. Pun, kita juga bisa mendapat kawan baru atau komunitas baru sesuai passion kita. Dengan selalu up to date, kita bisa mengimbangi murid kita yang mana generasinya sudah berbeda. Kita bisa mengembangkan cara mengajar kita dengan fasilitas-fasilitas yang ada seperti google, youtube, aplikasi game dan sebagainya. Perlu diingat bahwa beda generasi, beda preferensi. Jangan sampai anak-anak itu apatis kepada gurunya hanya karena gurunya egois tidak mau sesuatu hal yang baru. Usia boleh tua tetapi ilmu harus selalu ditempa. Hal ini juga bisa menjadi contoh bahwa kita, para guru pun tetap mencari ilmu, tetap memiliki daya juang meski usia tak muda lagi.
Apakah guru hanya perlu adaptasi? Tentu saja tidak. Guru perlu juga mengawasi dalam menerapkan teknologi ini. Sebagaimana yang kita tahu bahwa kemudahan itu bisa membentuk generasi yang lemah; lemah daya juangnya, lemah daya pikirnya. Tak sedikit kita temui, anak-anak dari orang yang berpunya itu bermasalah. Nah di sinilah peran guru di zaman yang serba canggih ini. Sekali-kali perlu dilihat media sosial para siswanya. Lihatlah apa saja yang sudah dibagikan, apakah aman atau berpotensi keributan. Lihatlah, bagaimana media sosial itu bisa menimbulkan masalah seperti penculikan, pelecehan atau pertengkaran. Dengan melihat media sosial, kita juga bisa melihat bagaimana wajah-wajah, tingkah laku mereka, adakah yang berbeda atau sama seperti Ketika di sekolah. Tak hanya media sosial, anak-anak pun sekarang berpotensi lemah daya pikirnya karena hanya mengandalkan mesin cari seperti ChatGPT ataupun Gemini. Tak selamanya bertanya di dunia maya itu bagus. Terlalu banyak hal yang instan itu tidak baik karena bisa membuat daya kreativitas menurun.
Saya yakin, banyak guru yang memanfaatkan fasilitas atas segala kemudahan karena perkembangan teknologi ini. Betapa banyak guru yang menjadi creator untuk menginspirasi guru lainnya agar lebih baik. Dari video-video mereka, kita bisa mempraktekkannya di kelas kita. Tak hanya itu, kita para guru, sekarang lebih mudah untuk berinteraksi, berkomunikasi untuk saling bertukar pendapat ataupun ide terkait dengan pembelajaran. Dengan teknologi pula, mereka bisa menyebarluaskan ilmu yang mereka miliki ke seantero negeri bahkan hingga luar negeri. Bahkan, kita bisa memperkenalkan sisi positif dari siswa ataupun kita sendiri agar lebih maju. Seperti yang dilakukan oleh salah satu guru di Medan, Tri Adinata, beliau merekam salah satu kegiatannya di kelas musik hingga beliau diundang ke salah satu stasiun tivi terkenal. Tak hanya itu, salah satu muridnya pun diundang untuk menjadi opening di salah satu konser musisi terkenal.
Demikianlah, era society 5.0, benar-benar membuat kita lebih maju dan berpikir kritis dan kreatif. Mari kita terus bergerak agar selalu hidup. Setiap masa ada tantangannya dan setiap tantangan ada masanya. Jangan sampai kita menjadi bagian yang terserak karena hanya berdiri di suatu titik nyaman.